Apa yang anda lihat hanya sebuah ilustrasi saja, jika anda menganggapnya sebagai sebuah kesegaran ditengah teriknya siang maka dapat saya pastikan Anda mulai tidak konsen. Anda mulai dehidrasi maka segeralah ambil air minummu dan penuhilah cairan tubuhmu dengan meminumnya, jangan hanya terpaku sambil bertanya 'ada *qu*?' itu iklan namanya.
Membicarakan brand suatu produk tentu saja kita akan ditarik mau tidak mau maupun dengan terpaksa dipertemukan dengan dua hal pokok penyokong sebuah brand. Apa saja itu? Tentu saja produk itu sendiri dan ekspektasi yang ingin dijanjikan. Bahasa sederhananya kita akan ketemu yang namanya Konten dan Konteks.
Guna memahami konsep brand dalam konten dan konteks, sebelumnya silahkan Anda lihat lagi gambar di atas? Ya, ilustrasi pada gambar tersebut adalah air dalam teko/ceret yang sedang dituangkan ke dalam gelas.
Air dalam gambar tersebut adalah KONTEN sedangkan teko/ceret yang berfungsi sebagai wadahnya adalah KONTEKS. Coba perhatikan, saat air berada dalam teko, maka bentuknya akan menyerupai teko. Dan perhatikan juga saat air berada dalam gelas, bentuknya seperti gelas. Jika Anda Ok ingin membuktikannya sendiri silahkan ambil air dan tuangkan air tersebut pada sebuah wadah, maka bentuknya akan menyerupai wadah itu sendiri seperti apapun bentuk wadahnya. Bukan begitu?
Gelas dan teko tanpa air hanya bisa di sebut gelas dan teko kosong, air tanpa gelas atau teko mungkin hanya bisa disebut air kolam bahkan comberan. Tapi coba lihat pada gambar, perpaduan keduanya menghasilkan efek yang sangat segar. Wajar jika Anda ingin meminumnya jika dihadapkan beneran.
Begitulah brand dapat dibangun dengan perpaduan konten dan konteks. Konten akan berbicara mengenai produk itu sendiri, seperti bahan baku, proses produksi, juga kualitas produk. Sedangkan Konteks adalah ekspektasi atau janji yang ingin diberikan kepada konsumen. Pada tataran ini kita sudah harus bicara soal kemasan, pricing, penempatan, sampai pada strategi pemasarannya. Perpaduan yang serasi antar keduanya akan membangun Brand yang kuat dibenak konsumen.
Saya pernah membeli keripik bayam di pasar Godean saat itu satu kilo gram seharga 28rb. Namun suatu saat saya juga pernah membeli keripik bayam di salah satu toko oleh di Jogja, untuk kemasan 90gr saya harus membayar 16rb. Coba lihat selisih harganya, terpaut jauh bukan? Sama-sama produk yang sama namun dijual dengan harga yang berbeda.
Pun halnya, orang lapar pasti makan, namun sama-sama lapar tidak semua orang akan berhenti dipinggir jalan, makan di kaki lima. Ada yang memilih warteg, ada yang memilih warung padang, juga tak sedikit yang lebih memilih restoran. Padahal fungsi dari makan sama, sama-sama untuk mengenyangkan perut orang yang memakannya. Sama-sama produk dengan fungsi yang sama, tidak setiap orang mempunyai pilihan yang sama.
Seperti itulah konteks bekerja. Ia menjadi corong utama untuk meyakinkan orang untuk membeli dan memakai konten. Namun jangan pula menomorduakan konten, karena konten sejatinya adalah inti dari brand itu sendiri. Antara konten dan konteks keduanya saling membutuhkan satu sama lain.
Konten tanpa konteks yang baik bisa jadi hanya akan menjadi konten yang biasa-biasa saja, menjadi produk yang biasa-biasa saja. Pun sebaliknya, konteks tanpa didukung dengan konten yang berkualitas sama saja bohong. Produk hanya akan menjadi produk bulan-bulanan konsumen akibat kecewa terhadap produk. Terkait hal ini saya sangat mengamini dengan pernyataan yang saya kutip dari buku Youth Marketing karya Ghani Kunto ini 'Konten yang luar biasa tidak dapat memenangkan penjualan untuk Anda, tetapi konten yang buruk akan dapat memenangkan penjualan untuk kompetitor Anda.'
Guna membangun brand produk yang baik, maka memadupadankan antara konten (produk) dengan Konteks (Ekpektasi yang akan dibagun) wajib bisa dilakukan. Kedua-duanya harus berjalan beriringan. Konten harus berkualitas, konteks pun harus mampu membangun kepercayaan konsumen untuk memilihnya.
Terimakasih Sudah Berkunjung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar